etnic
Menjelajah tanah jawa, menyediakan ratusan bahkan ribuan tempat wisata. Sebut saja wisata Wali Songo yang cukup digandrungi masyarakat yang ingin lebih mengenal sejarah, kebudayaan dan merasakan berkesannya pengalaman spiritual, dengan berziarah kubur ke makam orang-orang yang terkenal dekat dengan sang khalik itu. Tujuannya bermacam-macam, tapi untuk mengambil berkat dari penghuni kubur menjadi alasan yang lumrah.
Penemuan balung buto (sebutan masyarakat) atau homo erectus di Desa Sangiran di Jawa Tengah, oleh Von Koenigswald tahun 1936 membuat Desa Sangiran dimasukkan sebagai salah satu warisan budaya dunia oleh UNESCO. Menjadi salah satu pusat evolusi manusia di dunia. Situs manusia purba di Desa Sangiran meraup income dari kerangka tulang-tulang fosil dengan menjadikan lokasi tersebut alternatif wisata.
Setelah ziarah kubur dari kota Blitar, makam Khulafa’ Arrasyidin Soekarno, mantan orang nomor satu di Indonesia. Saya beranjak ke wilayah timur Indonesia, perjalanan menuju pulau Lombok. Saya singgah di pulau dewata, Bali. Berbicara wisata di tempat berjuluk paradise island ini tidak akan ada habisnya, karena mata dunia tertuju disini. Adalah sebuah wisata yang tidak serta merta menyuguhkan kesenangan semata, tapi juga kengerian dan ketakutan. Tempat yang sangat angker. Disebuah desa bernama Terunyan, di desa ini tulang-belulang manusia berserakan bagai dedaunan yang jatuh dari pohon.
Tidak terlepas dari tradisi dan kepercayaan nenek moyang. Warga Terunyan tidak mengubur atau meng-aben (membakar/kremasi) jasad warga desanya yang meninggal. Akan tetapi di letakkan begitu saja di atas tanah. Dengan di beri tudung anyaman bambu, untuk melindungi dari gangguan binatang, seperti anjing. Anehnya mayat yang disemayamkan disana tidak mengeluarkan bau busuk sedikitpun, hanya bau kembang dan asap menyan yang menyengat.
Pohon beringin yang rimbun menambah angker suasana dan pohon-pohon besar lainnya, dipercaya menyerap bau dari jasad yang membusuk tersebut. Pemandangan ini lantas menarik para wisatawan asing maupun domestik untuk datang merasakan kengerian dari serakan tulang-belulang tadi.
Saya melanjutkan perjalanan, pulang menuju pulau Lombok. Hal serupa juga di sediakan di pulau seribu masjid ini. Saya berwisata ke daerah selatan, di Desa Rambitan. Ziarah makam Syarif Abdullah atau lebih dikenal Wali Nyato’ (Nyata).
Sore yang cerah, saya tiba di masjid kuno Rambitan yang di bangun sang wali. Peninggalan beliau berupa lembar-lembar kitab suci Al-Quran bertulis tinta emas, gante kuda, dll. Arsitek kuno abad 16 ini tidak lapuk oleh masa, dibiarkan lestari dan alami. Beratap ilalang tua, bertiang kayu kopang dengan sisipan bambu, lantainya pun dari tanah.
Uniknya, masjid yang berukuran 7,8 m x 7,6 m ini memiliki pintu masuk yang sangat kecil. Sehingga memasuki masjid kuno ini harus menundukkan badan hingga mencium dengkul. Sebuah filosofi dari rasa tawaddu (tunduk) ketika menghadap sang raja diraja, penguasa alam.
Selepas sholat isya, pukul 22 malam saya dan empat kawan saya melanjutkan perjalanan sepanjang 1 kilo dari masjid kuno menuju makam sang wali yang hanya boleh diziarahi pada hari Rabu saja. Angin dingin dan gelap malam yang disirami redup sinar bulan menambah getaran hati. Kami singgah perenungan di berugaq untuk menunggu hujan reda, juga menunggu tengah malam (hari rabu).
Makna makam berbeda dengan kuburan. Tidak harus jasad kasar tertanam, akan tetapi makam bisa berarti beliau menghilang ditempat ini. Begitulah kekeramatan tempat ini. Sang Wali terkenal sangat wara’ dan zuhud. Apakah sifat utama yang menjadi kelebihan ini dapat kami ambil berkatnya?
Menurut hemat saya; Gelas yang saya pegang saat ini, hingga puluhan tahun kedepan, masih melekat energi-energi tubuh saya. Secara meta fisik, jika kita berziarah kubur. Jasad yang tertanam di dalamnya pun masih tersimpan energi-energi empunya. Hal inilah lebihnya berziarah kubur, menjadi rujukan untuk pengambilan berkat di makam ini.
Menurut penuturan orang yang sering ziarah di makam Nyato’. Sering terjadi keanehan-keanehan; seperti cahaya yang terang benderang memancar dari lokasi makam, bagi peziarah yang khusu’ akan mendengar bisikan-bisikan ghaib berupa nasihat, langsung ataupun melalui mimpi. Sering adanya penampakan-penampakan; keris emas, dsb. Juga bisa ditemui secara nyata, langsung oleh sang wali (face to face).
Pukul 00.00 saya dan teman-teman berjalan menuju makam. Di tengah pekuburan dan makam yang sangat gelap, butir-butir hujan tak lagi berjatuhan dari langit, dingin pun menusuk-nusuk tulang, membuat bulu roma kami setiap detik berdiri. Rasa ngeri, tenang, damai campur aduk. Hanya sinar bulan tanggal enam bulan syawal berupa tandan tua yang menemani langkah kami.
Hujan mereda, suasana tetap sunyi, kami bersimpuh di atas bebatuan makam, sembari membacakan ayat-ayat suci al quran yang kami hafal lalu dzikir-dzikir dan memanjatkan doa kepada sang penguasa alam. Kami tenggelam dalam alam tawassul yang begitu mendamaikan jiwa, sangat menyenangkan.
Saya benar-benar merasakan begitu rendah dan tidak berharganya dunia ini. Dipenuhi orang-orang hina, terkutuk, kecuali yang senantiasa ingat akan Allah SWT. Tuhan semesta alam. Saya ber-tawassul agar di tunjukkan rahasia cerita dari Rasulullah yang beliau (Wali Nyato’) simpan.
Beliau berfatwa secara ghaib. “Rasulullah ketika menyendiri, beliau sesempurna-sempurnanya menyendiri, ketika bergaul Rasulullah sesempurna-sempurnya bergaul. Ketika berdoa Rasulullah sesempurna-sempurnanya berdoa. Rasulullah berat meninggalkan dunia jika meninggalkan umatnya dalam keadaan jauh dari Allah. Sesempurna-sempurnanya rasa sakit saat sakaratul maut ummatnya, kita. Rasulullah juga ikut menanggung, membagi rasa sakit kita. Saat Rasulullah sakaratul maut pun ‘ummati, ummati, ummati.’ lagi-lagi kita ummatnya yang dicintai yang beliau ingat. Hari dan orang pertama kali dibangkitkan yang pertama ditanyakan Rasulullah adalah kita, ummatnya ‘bagaimana keadaan ummatku?’ Maka, bagaimana cintamu pada dunia yang hina dan tidak ada harganya ini mengalahkan cintamu pada Rasulullah…?” sembari menangis, Ia lalu membaca ayat-ayat suci Al-Quran (attaubah 128)
0 Responses